Dari Biji Jadi Inspirasi: Sekolah Lapang Bawang Merah Kledung
Petani Lokal Jadi Guru, Ilmu Tumbuh dari Tanah Sendiri
Tak perlu mendatangkan ahli dari luar daerah. Hari itu, Pak Taufik, petani senior dari Desa Canggal, berdiri di depan peserta, menjelaskan langkah-langkah pembibitan bawang merah dari biji (true shallot seed). Dengan cara bertutur yang sederhana namun penuh pengalaman, ia menunjukkan bagaimana cara menyemai, merawat, dan memindahkan bibit dengan efisien.
“Dulu saya juga ragu, tapi setelah mencoba beberapa musim, hasilnya bagus dan biayanya jauh lebih murah dibanding pakai umbi,” ujar Pak Taufik sambil memperlihatkan barisan bibit bawang yang tumbuh subur.
Foto persemaian benih bawang merah |
Peserta tak hanya mendengar. Mereka turun ke tanah, memegang media semai, mengamati tunas-tunas kecil, dan mencatat detail teknis yang disampaikan.
Kagum dan Ingin Meniru: Testimoni dari Pak Dahlan
Salah satu peserta, Pak Dahlan dari Kelompok tani Adil II Desa Kalirejo, tak bisa menyembunyikan kekagumannya. Baginya, pembibitan dari biji adalah hal baru yang membuka mata.
“Saya heran, ternyata bisa juga bawang ditanam dari biji. Ini hemat sekali. Kalau ini berhasil di tempat saya, pasti akan saya terapkan. Modal bisa ditekan banyak,” katanya penuh semangat.
Kegiatan ini menjadi titik balik bagi banyak petani yang selama ini mengandalkan pola lama—menggunakan umbi sebagai bibit dengan biaya tinggi dan risiko penyakit bawaan.
Teknologi Tak Selalu Rumit, Asal Mau Belajar
Sekolah Lapang ini membuktikan bahwa inovasi tidak selalu berarti alat canggih atau biaya besar. Kadang cukup dengan keberanian mencoba hal baru, berbagi pengalaman antarpetani, dan didampingi penyuluh yang aktif membuka ruang belajar.
Dengan suasana guyub, diskusi cair, dan praktek langsung, para peserta meninggalkan lokasi dengan satu bekal penting: keinginan untuk mencoba dan mengubah pola tanam menjadi lebih efisien dan berkelanjutan.
Bawang Merah dari Kalirejo, Inspirasi untuk Temanggung
Metode pembibitan dari biji yang diajarkan oleh Pak Taufik bukan hanya menanam bawang merah—tapi juga menanam harapan baru. Harapan bahwa petani bisa menjadi inovator, dan bahwa pengetahuan lokal bisa menjadi sumber transformasi.
Dari lereng Sindoro, ilmu sederhana tapi berdampak besar itu kini menyebar. Dan seperti biji yang tumbuh jadi umbi, semangat belajar itu akan menebar hasil di banyak ladang.
Bagi sebagian besar petani, metode tanam dari biji masih terdengar asing, terutama untuk komoditas seperti bawang merah yang biasanya ditanam dari umbi. Namun, Sekolah Lapang ini membuka wawasan bahwa metode tersebut tidak hanya mungkin dilakukan, tapi juga memiliki berbagai keuntungan: hemat biaya, lebih tahan penyakit, dan hasil panen yang stabil jika dikelola dengan baik.
Proses pembibitan dari biji membutuhkan ketelatenan ekstra, mulai dari pemilihan benih unggul, penyemaian di media tanam yang tepat, pengairan secara teratur, hingga pemindahan ke lahan utama setelah mencapai umur siap tanam. Semua proses ini dijelaskan secara detail oleh Pak Taufik, yang telah melakukan uji coba selama beberapa musim tanam terakhir.
Tidak hanya peserta dari Kalirejo, kegiatan ini juga menarik perhatian petani dari desa sekitar yang mulai penasaran dan ingin belajar. Beberapa penyuluh pertanian bahkan menyampaikan rencana untuk mereplikasi metode ini dalam kelompok tani binaannya. “Ilmu seperti ini tidak boleh berhenti di sini, harus menyebar,” ujar Pak Hanif, Koordinator penyuluh Kecamatan Kledung.
Kegiatan seperti ini juga menjadi ajang untuk memperkuat semangat gotong royong antarpetani. Saat Pak Taufik melakukan demonstrasi, peserta saling membantu mengatur alat semai, memeriksa kelembaban media tanam, hingga berbagi pengalaman terkait tantangan yang mereka hadapi di lapangan. Diskusi pun terjadi secara alami, saling menguatkan dan membangun semangat kolaboratif.
Sekolah Lapang bukan sekadar tempat belajar teknik. Ia juga menjadi ruang untuk menumbuhkan keyakinan diri bagi petani—bahwa mereka mampu berinovasi, bahwa ilmu bisa tumbuh dari tanah tempat mereka berpijak, dan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah-langkah kecil di desa mereka sendiri.
Semangat yang tumbuh di Kalirejo hari itu adalah cermin dari kekuatan pertanian rakyat yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Dengan pendampingan yang konsisten, berbagi ilmu yang merata, dan keberanian mencoba hal baru, petani-petani di Temanggung akan terus melangkah maju.
Komentar
Posting Komentar