Kopi, Gunting, dan Semangat: Cerita Sekolah Lapang di Kecamatan Wonoboyo
Di lereng pegunungan yang memeluk Kabupaten Temanggung—antara Gunung Prau, Sumbing dan Sindoro—terbentang Kecamatan Wonoboyo yang dikenal sebagai salah satu sentra kopi. Pagi itu, suasana berbeda terasa di kebun kopi milik warga. Sekelompok petani berkumpul, bukan untuk panen atau jual hasil, melainkan belajar bersama dalam Sekolah Lapang Tematik.
Materinya sangat membumi: pemangkasan kopi dan taksasi hasil panen. Namun semangat yang menyelimuti kegiatan ini luar biasa: ringan, akrab, tapi sarat ilmu.
Pemangkasan: Seni Menjaga Energi Pohon
Dipandu oleh penyuluh pertanian dan praktisi lokal, peserta diajak memahami pentingnya pemangkasan—bukan sekadar memangkas dahan, tetapi memberi arah pada pertumbuhan.
“Pemangkasan itu seperti mendidik anak. Harus tahu mana yang harus dibuang, mana yang dijaga. Supaya pohonnya nggak liar, buahnya juga nggak mengecewakan,”
— Mbah Rajiman, petani dan pemerhati kopi
Dengan gunting pangkas di tangan, para peserta melatih diri memangkas cabang-cabang yang tak produktif, sambil berdiskusi tentang pengalaman masing-masing. Sebagian besar mengaku baru menyadari bahwa pemangkasan punya logika agronomis, bukan sekadar tradisi turun-temurun.
Taksasi Panen: Menghitung Harapan, Bukan Sekadar Buah
Sesi dilanjutkan dengan taksasi hasil panen—metode memperkirakan produksi kopi dari pengamatan jumlah buah dan kondisi pohon. Dengan pendekatan sederhana namun terstruktur, para peserta mulai mencatat data.
“Dulu saya kira cukup petik dan timbang. Tapi ternyata, taksasi ini penting supaya kita bisa merencanakan penjualan, biaya panen, bahkan pengolahan pascapanen,”
— Adi Mukti
Taksasi mengubah cara pandang petani terhadap kebunnya—bukan hanya sebagai sumber hasil, tapi juga objek analisis yang bisa dikelola lebih cerdas.
Dari Temanggung, Tumbuh Harapan Baru
Apa yang dilakukan di Wonoboyo hari itu tampak sederhana: berkumpul, belajar, mempraktikkan. Tapi maknanya jauh lebih dalam. Ini tentang transformasi pertanian dari berbasis kebiasaan menjadi berbasis pengetahuan. Ini tentang petani yang mengambil peran sebagai pengelola, bukan sekadar pekerja di lahannya sendiri.
Sekolah Lapang Tematik menjadi tempat belajar—bukan hanya bagi kopi, tapi juga untuk para petani yang perlahan menanamkan semangat baru: bahwa bertani adalah profesi yang bermartabat, dan belajar adalah bagian dari merawatnya.
Komentar
Posting Komentar