Kamis, 24 Februari 2022

KONSEP PEMANFAATAN LIMBAH SAYURAN



Sebagai catatan, Kantor Kecamatan dan juga Kantor Balai Penyuluhan Kecamatan Selopampang jaraknya dekat dengan pasar Selopampang sehingga benar-benar bisa melihat dan merasakan ketidaknyamanan dengan banyaknya limbah sayuran yang ada di pasar Selopampang. Disamping untuk memanfaatkan limbah yang ada di pasar juga nantinya bisa mengatasi limbah yang ada di tingkat rumah tangga petani di Kecamatan Selopampang.
Untuk mengatasi permasalahan limbah sayur ditempuh dengan dua cara yaitu dengan mengolahnya menjadi dua produk yang bermanfaat, produk tersebut adalah:
1.      Kompos
2.      Micro Organisme Lokal (MOL)
Sebelum membuat kompos terlebih dahulu membuat Micro Organisme Lokal dari bahan limbah sayur, karena MOL ini yang nantinya akan digunakan sebagai dekomposer atau pengurai dalam proses pembuatan kompos.


Petani sebagai penghasil limbah pertanian dapat memanfaatkan limbah pertaniannya untuk dijadikan kompos dan juga MOL yang nantinya akan digunakan sebagai pupuk yang akan menyuburkan tanaman dari petani itu sendiri. Inilah konsep yang kami tawarkan sebagai jalan keluar untuk mengatasi banyaknya limbah sayuran yang terdapat di Kecamatan Selopampang.

MICRO ORGANISME LOKAL (MOL)


Sebagian besar tanah disekitar kita sudah merupakan tanah yang kurang sehat dalam artian kandungan bahan organik dalam tanah saat ini sudah sangat menurun yang juga berpengaruh  terhadap penurunan produktivitas pertanian. Salah satu penyebab menurunya kualitas tanah pertanian adalah pemakaian pupuk dan pestisida kimia yang kurang bijaksana sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan baik dampak langsung maupun tidak langsung.
Disisi lain harga pupuk dan pestisida kimia semakin hari semakin mahal, belum lagi ketersediaanya yang seringkali mengalami kelangkaan yang dikarenakan berbagai hal. Semua ini  pada akhirnya petanilah  yang dirugikan.
Untuk mengurangi pemakaian pupuk dan pestisida kimia perlu dicari cara pemupukan dan juga pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman yang relatif lebih aman bagi lingkungan serta tidak merugikan bagi petani dan juga keseimbangan lingkungan.
Pupuk dapat berupa pupuk organik dan pupuk kimia. Pupuk kimia adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan kimia sehingga mempunyai efek negatif terhadap lingkungan, seperti rusaknya tanah dalam jangka panjang. Sedangkan pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa pembusukan atau pengomposan, akan tetapi pupuk organik juga dapat berupa cair.
Pupuk organik cair (POC) adalah larutan dari pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik cair ini adalah dapat langsung mengatasi kekurangan unsur hara serta dapat menyediakan unsur hara dengan cepat.  Salah satu pupuk cair adalah MOL (Micro Organisme Lokal).
MOL adalah larutan dari hasil fermentasi yang berasal dari sisa-sisa pembusukan yang mudah terurai. Larutan MOL dapat berfungsi sebagai dekomposer karena larutan MOL mengandung bakteri yang berpotensi merombak bahan organik. Selain itu larutan MOL juga mengandung unsur hara makro dan unsur  hara mikro sehingga dapat digunakan sebagi pupuk yang dapat menyuburkan dan memberikan nutrisi pada tanaman. Pembuatan Micro Organisme Lokal (MOL) merupakan suatu kegiatan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat, disamping untuk mengurangi jumlah samapah maupun limbah organik juga untuk mendukung terciptanya pertanian yang mandiri dan ramah lingkungan.
 Penggunaan micro organisme lokal (MOL) merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan di lapangan. Berdasarkan uraian diatas maka Balai Penyuluhan Kecamatan Selopampang mengadakan  pelatihan pembuatan MOL untuk petani di wilayah Kecamatan Seliopampang, hal ini sebagai upaya untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dan juga untuk menekan biaya produksi usaha tani dengan memanfaatkan bahan baku yang bersumber pada lingkungan sekitar.
Manfaat dan Kegunaan MOL
Adapun berbagai manfaat dari Micro Organisme lokal (MOL) ini  adalah sebagai berikut  
         Meningkatkan daya tumbuh biji
          Menyediakan unsur hara yang cepat dan berkualitas bagi tanaman karena sudah berbentuk larutan sehingga pertumbuahan tanaman lebih baik
         Pupuk yang diserap langsung oleh tanaman karena dapat disemprotkan langsung sehingga pupuk diserap oleh daun
         Efektif untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman
         Dapat digunakan sebagai dekomposer atau perombak bahan organik dalam proses pembuatan kompos
         Meningkatkan jumlah perakaran       
         Bahan baku MOL  yang tersedia melimpah secara alami di lapangan, dengan dibuat MOL maka akan mengurangi sampah organik yang ada   
Adapun Kegunaan dari Micro Organisme Lokal  adalah
·         Sebagai dekomposer Bahan Organik 
·        Sebagai penginduksi ketahanan   tanaman àstimulan pertumbuhan.
·        Sebagai  penambah nutrisi tanaman (Pupuk Organik Cair)
·        Menyuburkan tanah
Untuk membuat MOL diperlukan 3 bahan utama, yaitu karbohidrat, glukosa dan bakteri. Karbohidrat dibutuhkan oleh bakteri/micro organisme sebagai sumber energi. Glukosa berfungsi sebagai sumber energi yang bersifat spontan dalam arti bisa langsung dimakan oleh bakteri. Sedangkan sumber bakteri (micro organisme) diperoleh dari bahan yang banyak mengandung micro organisme yang bermanfaat bagi tanaman, antara lain sisa nasi busuk, limbah sayur dan buah-buahan, rebung, buah maja serta bonggol pisang.
Pembuatan Mikro Organisme Lokal (MOL) dari Limbah Sayur
Sayur-sayuran merupakan produk pertanian yang cepat busuk. Banyaknya limbah sayur  seringkali menyebabkan bau busuk dan juga mengganggu keindahan disamping juga dapat mengundang penyakit yang dapat merugikan manusia. Salah satu upaya penangulangan limbah sayur adalah dengan memanfaatkanya sabagai bahan baku dari pembuatan Mikro Organisme Lokal (MOL). 
Limbah sayur merupakan bahan organik yang kaya akan Nitrogen (N) sehingga baik untuk pertumbuhan vegetatif awal pada tanaman dan juga mengandung Kalsium dan Kalium  yang sangat membantu dalam pengisian bulir buah.
A. Alat
1. Ember
2. Toples dan tutupnya
2. Penggaduk dan penumbuk sayur
B. Bahan                                                                                    
1. Limbah sayur                   : 1kg
2. Gula merah                      : 0,25 kg
3. Air cucian beras               : 2 liter
4. Sabun colek
5. Isolasi/lakban
C. Prosedur Pembuatan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Memasukan limbah sayur  yang akan digunakan kedalam ember
3. Memasukan gula merah yang telah dicairkan
4. Menambahkan air cucian beras kedalam ember
5. Mengaduk semua bahan yang sudah dimasukan kedalam ember
6. Mengolesi mulut ember dengan sabun colek
7. Menutup ember
8. Setelah 1 minggu MOL sudah jadi dan disebut dengan MOL pekat yang dalam pengaplikasianya harus di cairkan dulu
 Cara pengaplikasian MOL dari limbah sayur-sayuran adalah sebagai berikut:
1. Penyemprotan pertama dilakukan di persemaian benih pada saat umur benih 5 hari dengan dosis 3 tutup air mineral per tangki kapasitas 14 liter
2.  Pada saat umur 14 hari setelah tanam dengan dosis 1 gelas air mineral (150ml) per tengki
3.  Interval pemberian 10 hari

Kamis, 10 Februari 2022

PENGENDALIAN ULAT GRAYAK PADA TANAMAN JAGUNG

 


Swasembada jagung yang dicapai akhir-akhir ini mendapat ancaman dengan munculnya serangan ulat grayak jagung (Spodoptera frugiperda). Ulat grayak dengan nama Fall Armyworm (FAW) ini merupakan hama baru dan kali pertama ditemukan menyerang lahan petanaman jagung di Pasaman Barat pada Maret 2019 lalu. 

Berdasarkan nama hama ini yakni ulat grayak, diketahui bahwa bahwa fase yang paling merusak dari hama jagung ini yaitu fase larva atau ulat. Hama ulat grayak merusak pertanaman jagung dengan cara menggerek daun tanaman jagung. Bahkan, pada kerusakan berat, kumpulan larva hama ini seringkali menyebabkan daun tanaman hanya tersisa tulang daun dan batang tanaman jagung saja. Apabila kumpulan larva hama jagung ini mencapai kepadatan rata-rata populasi 0,2 – 0,8 larva per tanaman. 

Keterlambatan dalam pengendalian serangan hama FAW ini akan mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Kehilangan hasil produksi akibat hama ini bisa mencapai 20% hingga 70% jika populasi tanaman yang terserang 55-100%. Upaya pencegahan oleh petani dapat dilakukan untuk mengendalikan hama ulat grayak ini adalah dengan melakukan pengamatan secara langsung pada pertanaman jagung atau sistem scouting.

Untuk mengantisipasi penyebaran yang lebih luas lagi, Badan Litbang Pertanian telah menyusun buku saku yang berisikan informasi tentang Fall Armyworm serta teknologi praktis untuk pengendaliannya. Buku saku diharapkan menjadi pedoman bagi pemerhati bidang perlindungan tanaman, penyuluh, peneliti, pengamat hama serta stakeholder terkait lainnya. Dengan kehadiran buku saku ini diharapkan menjadi rujukan dalam kegiatan pemantauan hama FAW serta metode pengendalian yang tepat dilakukan.


Tanaman Jagung di Indonesia tengah mengalami ancaman serangan Hama Ulat Grayak Jagung (UGJ). Hama ini menyebar di berbagai wilayah di dunia yang terbukti di 2016 telah masuk di wilayah afrika hingga 2019 menjadi masalah di Indonesia. Serangan berat hama ini bisa menimbulkan kehilangan hasil hingga 30%.




 Departemen Proteksi Tanaman IPB telah mewaspadai serangan Ulat Grayak Jagung sejak masuk di India dan Thailand dengan membuat tim khusus penanganan  UGJ. Berdasarkan temuan lapang tim UGJ IPB, UGJ telah menyerang tanaman jagung di berbagai wilayah yaitu Pasaman Barat, Bogor, dan Lebak. Selain itu laporan serangan UGJ juga diterima dari beberapa wilayah di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

 

Dra. Dewi Sartiami, M. Si, Tim UGJ IPB, mengungkapkan bahwa temuannya di lapangan sudah membuktikan bahwa UGJ telah masuk ke Indonesia. Terdapat ciri-ciri morfologi khusus yang membedakan antara UGJ dengan ulat grayak yang lain.


 “Di bagian kepala terdapat motif ‘Y’ terbalik dan di segmen 8 abdomen terdapat 4 spot membentuk bujur sangkar. Di segmen sebelumnya juga terdapat 4 spot membentuk trapesium. Ketiga ciri tersebut merupakan ciri yang paling gampang ditemui.”


 Dewi juga menambahkan bahwa UGJ tidak hanya menyerang daun namun juga menyerang tongkol dan bunga jagung.


 UGJ perlu diwaspadai sebagai ancaman serius produksi pangan Indonesia. Pasalnya hama ini dapat berpotensi menyerang tanaman padi. Selain itu, wilayah Indonesia merupakan salah satu wilayah di dunia yang memiliki kesesuaian iklim dengan pertumbuhan dan perkembangan UGJ.


 “Terdapat 2 strain hama ini yaitu strain C (Corn strain) dan strain R (Rice strain). Strain C  dapat menyerang tanaman jagung, sorgum, dan kapas. Sedangkan strain R dapat menyerang tanaman jagung, padi, dan rerumputan. Selain potensi serangan pada tanaman lain, wilayah geografi Indonesia masuk dalam salah satu wilayah di dunia yang berpotensi untuk pertumbuhan dan perkembangan UGJ.”, Papar Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc, Guru Besar Proteksi Tanaman IPB, dalam kegiatan FGD “Respon Cepat Invasi Ulat Grayak Jagung (Spodoptera frugiperda): Strategi Pengendalian dan Rekomendasi Kebijakan” yang diselenggarakan oleh Departemen Proteksi Tanaman IPB (15/07).


 Sementara itu, Aunu juga mengungkapkan bahwa kita perlu menerapkan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) agar agroekosistem membaik. Upaya penerapan PHT dapat dilakukan terutama dalam hal pemantauan sedini mungkin dan menghindari penggunaan insektsisida.


 “Pemantauan sedini mungkin dengan mengumpulkan kelompok telur dan larva dapat menjadi langkah awal pengendalian. Tidak perlu panik, hindari penggunaan insektisida agar musuh alami dapat beradaptasi. Selain itu penggunaan insektisida  juga kurang efektif karena larva bersembunyi di dalam pucuk dan larva berukuran besar toleran terhadap insektisida,”


 Sementara itu, Tim UGJ IPB telah menemukan musuh alami yang berpotensi untuk mengendalikan UGJ, yaitu Metharizium rileyi. Namun dalam hal penyebaran di kalangan petani, perlu ada fasilitas dan SOP yang memadai agar musuh alami dapat efektif dan berkembang dengan baik.


 Dr.Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr, Ketua Departemen Proteksi Tanaman IPB, menyampaikan bahwa perlu sinergi yang selaras dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah UGJ dari hal teknis hingga kebijakan.

Sebagian masyarakat di Indonesia khususnya di Provinsi Jawa Tengah, pada musim kemarau mereka menanam jagung sebagai usaha budidaya mengganti padi terutama daerah yang sulit air. Jagung merupakan tanaman pangan yang sedikit membutuhkan air dan cocok ditanam di lahan kering. Namun bahaya mengancam di musim kemarau selain kekurangan air, yaitu hama jagung yang memakan bagian tanaman jagung baik saat masih vegetatif maupun memasuki masa bunga.

Umumnya hama jagung yang menyerang adalah jenis ulat, dan spesiesnya bermacam-macam. Ada jenis ulat grayak (ulat tentara) Spodoptera litura, ulat daun (Prodenia litura), ulat tongkol (Heliothis armigera), hama penggerek buah dan batang Ostrinia furnacalis, Ulat pemotong hitam daun (Agrotis ipsilon),ulat penggorok daun (Cnaphalaclorosis medinalis).

Dan yang diduga hama baru, karena baru sekarang ditemukan menyerang di tanaman jagung Indonesia adalah ulat grayak frugiperda (Spodoptera frugiperda). Ulat grayak jenis ini dilaporkan lebih ganas dibandingkan dengan ulat grayak biasa. Ulat grayak frugiperda ini berasal dari amerika atau native spesies dari amerika, yang dilaporkan bahwa introduksi ke negara Indonesia berasal dari penerbangan ngengat Spodoptera frugiperda yang jaraknya dapat menempuh ribuan kilometer. Di negara asalnya Amerika S. Frugiperda dapat berpindah sejauh 1700 km dari Texas ke Florida pada musim semi hingga musim gugur. Dalam satu malam, ngengat S. Frugiperda mampu terbang sejauh ratusan kilometer dengan bantuan angin.

Ulat grayak frugiperda menyerang pucuk daun jagung dengan cara mengoroknya, serangan berat pada tanaman jagung yang masih muda dapat menyebabkan kematian. Namun jika tanaman telah berumur lebih dari 40 hari, pucuk daun yang terserang, masih mampu tumbuh kembali setelah ulat dikendalikan. Ulat grayak frugiperda bersifat polyfag memiliki 353 inang dari 76 famili di antaranya famili Brassicae (kubis-kubisan), solanacae (terung-terungan), Pacea (padi, sorghum) .

Morfologi S. Frugiperda di 1. thorax/kepala terdapat huruf Y terbalik 2. Memiliki 4 buah titik (pinacula) berbentuk segiempat 3. Memiliki garis tebal seperti pita 4. Memiliki pinacula dengan seta tunggal. Siklus hidup S. Frugiperda dari telur 2-3 hari, larva 14-19 hari (6 instar/6 kali perubahan ukuran). Pupa 9-12 hari di dalam tanah, imago/dewasa 7-12 hari.

Meskipun perlu diwaspadai adanya serangan S. Frugiperda menyerang tanaman jagung, namun di Kabupaten Magelang belum terdeteksi serangan S. Frugiperda pada tanaman jagung. Ada beberapa jenis ulat menyerang pucuk daun namun bukan dari jenis S. Frugiperda melainkan jenis S.litura dan Cnaphalaclorosis medinalis. Pada wilayah yang belum ditemukan serangan S. Frugiperda maka perlu dilakukan antisipasi sebagai berikut :

1.     Kewaspadaan serangan hama S. Frugiperda terutama untuk wilayah belum terserang

2.     Penyediaan informasi tentang hama S. Frugiperda dan pelatihan pengenalan hama S. Frugiperda oleh petugas lapang

3.     Melakukan survei / deteksi S. frugiperda


Pada daerah yang telah terserang  S. frugiperda, tindakan yang dilakukan  di antaranya:

1.          Melakukan monitoring serangan pada tanaman jagung secara rutin. Monitoring dapat dilakukan dengan mengamati gejala serangan, kelompok telur, larva maupun imago. Pengendalian akan lebih efektif dilakukan jika lebih dini.

2.          Melakukan pengumpulan kelompok telur dan larva kemudian memusnahkannya.

3.          Pada tingkat serangan tinggi, maka dapat dilakukan pengendalian secara kimiawi dengan insektisida secara bijaksana. Aplikasi insektisida dilakukan pada pucuk tanaman jagung.

4.          Agen pengendali hayati potensial, Metarhizium, Beauveria, NPV, dan Tricogramma, masih perlu dieksplorasi dan dikembangkan

5.          Melakukan pola tanam jagung serempak, dapat menekan perkembangan hama S. frugiperda

Oleh karena itu, Kusnan menyampaikan beberapa tips untuk menanggulanginya, berikut tipsnya:

·         Rotasi tanaman untuk memutus daur hidup hama.

·         Pengolahan tanah yang baik (selama 1 bulan) untuk mengangkat kepompong hama dari dalam tanah agar mati terjemur oleh sinar matahari

·         Pemasangan perangkap berferomon, feromon Exi sebanyak 20 buah per hektar

·         Pemasangan lampu perangkap sebanyak 30 buah per hektar

·         Penyemprotan insektisida jika kerusakan daun telah mencapai 5%

·         Penyemprotan insektisida jika populasi kelompok telur telah mencapai 1 kelompok atau 10 tanaman

·         Penyemprotan insektisida jika tangkapan ngengat oleh Feromon Exi telah mencapai 30 ngengat/ 3 malam.

Kusnan juga membagikan resep pembuatan pestisida botani untuk penanggulangan ulat grayak.

Spodoptera frugiperda, sumber: wikipedia

“Ada dua resep pembuatan pestisida botani,” katanya di Tuban (10/01).

Berikut resepnya:

1. Ekstrak cabai + bawang putih + bawang merah.

Bahan-bahan:

·                Bubuk cabai 1 sendok teh

·                Bawang putih 1 siung

·                Bawang merah 1 butir

·                Air 1 liter

·                Deterjen 1 sendok teh.

Cara pembuatan :

·       Bawang putih dan bawang merah dihancurkan

·       Campur bubuk cabai dan air, aduk hingga rata rendam 1 jam lalu saring, tambah deterjen aduk rata.

Aplikasi : Semprotkan sore hari.

2. Ekstrak kipait + laos + serai wangi.

Bahan-bahan :

·                8 kg kipait

·                6 kg laos

·                6 kg serai wangi

·                20 Liter air

Cara pembuatan : semua bahan dicincang ditumbuk dicampur lalu disaring.

Aplikasi : 20 Liter ekstrak yang sudah jadi ditambah air 580 Liter lalu disemprotkan untuk lahan 1 hektar.

“Untuk pestisida hayati bisa dilakukan dengan penyemprotan NPV / antigra, dan agen hayati metarizium,” tambahnya.

“Bisa juga disemprot dengn air gula pada pupus daun, tujuannya untuk memancing semut agar memakan hama ulat,” tutupnya.