Kamis, 24 Februari 2022
KONSEP PEMANFAATAN LIMBAH SAYURAN
Kamis, 10 Februari 2022
PENGENDALIAN ULAT GRAYAK PADA TANAMAN JAGUNG
Swasembada jagung yang
dicapai akhir-akhir ini mendapat ancaman dengan munculnya serangan ulat grayak
jagung (Spodoptera frugiperda). Ulat grayak dengan nama Fall Armyworm (FAW) ini
merupakan hama baru dan kali pertama ditemukan menyerang lahan petanaman jagung
di Pasaman Barat pada Maret 2019 lalu.
Berdasarkan nama hama ini
yakni ulat grayak, diketahui bahwa bahwa fase yang paling merusak dari hama
jagung ini yaitu fase larva atau ulat. Hama ulat grayak merusak pertanaman
jagung dengan cara menggerek daun tanaman jagung. Bahkan, pada kerusakan berat,
kumpulan larva hama ini seringkali menyebabkan daun tanaman hanya tersisa tulang
daun dan batang tanaman jagung saja. Apabila kumpulan larva hama jagung ini
mencapai kepadatan rata-rata populasi 0,2 – 0,8 larva per tanaman.
Keterlambatan dalam
pengendalian serangan hama FAW ini akan mengakibatkan kerugian secara ekonomi.
Kehilangan hasil produksi akibat hama ini bisa mencapai 20% hingga 70% jika
populasi tanaman yang terserang 55-100%. Upaya pencegahan oleh petani dapat
dilakukan untuk mengendalikan hama ulat grayak ini adalah dengan melakukan
pengamatan secara langsung pada pertanaman jagung atau sistem scouting.
Untuk mengantisipasi penyebaran yang lebih luas lagi, Badan Litbang Pertanian telah menyusun buku saku yang berisikan informasi tentang Fall Armyworm serta teknologi praktis untuk pengendaliannya. Buku saku diharapkan menjadi pedoman bagi pemerhati bidang perlindungan tanaman, penyuluh, peneliti, pengamat hama serta stakeholder terkait lainnya. Dengan kehadiran buku saku ini diharapkan menjadi rujukan dalam kegiatan pemantauan hama FAW serta metode pengendalian yang tepat dilakukan.
Tanaman
Jagung di Indonesia tengah mengalami ancaman serangan Hama Ulat Grayak Jagung
(UGJ). Hama ini menyebar di berbagai wilayah di dunia yang terbukti di 2016
telah masuk di wilayah afrika hingga 2019 menjadi masalah di Indonesia.
Serangan berat hama ini bisa menimbulkan kehilangan hasil hingga 30%.
Departemen Proteksi Tanaman IPB telah mewaspadai serangan Ulat Grayak Jagung sejak masuk di India dan Thailand dengan membuat tim khusus penanganan UGJ. Berdasarkan temuan lapang tim UGJ IPB, UGJ telah menyerang tanaman jagung di berbagai wilayah yaitu Pasaman Barat, Bogor, dan Lebak. Selain itu laporan serangan UGJ juga diterima dari beberapa wilayah di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
Dra.
Dewi Sartiami, M. Si, Tim UGJ IPB, mengungkapkan bahwa temuannya di lapangan
sudah membuktikan bahwa UGJ telah masuk ke Indonesia. Terdapat ciri-ciri
morfologi khusus yang membedakan antara UGJ dengan ulat grayak yang lain.
“Di bagian kepala terdapat motif ‘Y’ terbalik dan di segmen 8 abdomen terdapat 4 spot membentuk bujur sangkar. Di segmen sebelumnya juga terdapat 4 spot membentuk trapesium. Ketiga ciri tersebut merupakan ciri yang paling gampang ditemui.”
Dewi
juga menambahkan bahwa UGJ tidak hanya menyerang daun namun juga menyerang
tongkol dan bunga jagung.
UGJ
perlu diwaspadai sebagai ancaman serius produksi pangan Indonesia. Pasalnya
hama ini dapat berpotensi menyerang tanaman padi. Selain itu, wilayah Indonesia
merupakan salah satu wilayah di dunia yang memiliki kesesuaian iklim dengan
pertumbuhan dan perkembangan UGJ.
“Terdapat
2 strain hama ini yaitu strain C (Corn strain) dan
strain R (Rice strain). Strain C dapat menyerang tanaman jagung,
sorgum, dan kapas. Sedangkan strain R dapat menyerang tanaman jagung,
padi, dan rerumputan. Selain potensi serangan pada tanaman lain, wilayah
geografi Indonesia masuk dalam salah satu wilayah di dunia yang berpotensi
untuk pertumbuhan dan perkembangan UGJ.”, Papar Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc,
Guru Besar Proteksi Tanaman IPB, dalam kegiatan FGD “Respon Cepat Invasi Ulat
Grayak Jagung (Spodoptera frugiperda): Strategi Pengendalian dan
Rekomendasi Kebijakan” yang diselenggarakan oleh Departemen Proteksi Tanaman
IPB (15/07).
Sementara
itu, Aunu juga mengungkapkan bahwa kita perlu menerapkan prinsip pengendalian
hama terpadu (PHT) agar agroekosistem membaik. Upaya penerapan PHT dapat
dilakukan terutama dalam hal pemantauan sedini mungkin dan menghindari
penggunaan insektsisida.
“Pemantauan
sedini mungkin dengan mengumpulkan kelompok telur dan larva dapat menjadi
langkah awal pengendalian. Tidak perlu panik, hindari penggunaan insektisida
agar musuh alami dapat beradaptasi. Selain itu penggunaan insektisida
juga kurang efektif karena larva bersembunyi di dalam pucuk dan larva berukuran
besar toleran terhadap insektisida,”
Sementara
itu, Tim UGJ IPB telah menemukan musuh alami yang berpotensi untuk
mengendalikan UGJ, yaitu Metharizium rileyi. Namun dalam hal
penyebaran di kalangan petani, perlu ada fasilitas dan SOP yang memadai agar
musuh alami dapat efektif dan berkembang dengan baik.
Dr.Ir.
Suryo Wiyono, M.Sc.Agr, Ketua Departemen Proteksi Tanaman IPB, menyampaikan
bahwa perlu sinergi yang selaras dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah
UGJ dari hal teknis hingga kebijakan.
Sebagian masyarakat di Indonesia khususnya di
Provinsi Jawa Tengah, pada musim kemarau mereka menanam jagung sebagai usaha
budidaya mengganti padi terutama daerah yang sulit air. Jagung merupakan
tanaman pangan yang sedikit membutuhkan air dan cocok ditanam di lahan kering.
Namun bahaya mengancam di musim kemarau selain kekurangan air, yaitu hama
jagung yang memakan bagian tanaman jagung baik saat masih vegetatif maupun
memasuki masa bunga.
Umumnya hama jagung yang menyerang
adalah jenis ulat, dan spesiesnya bermacam-macam. Ada jenis ulat grayak (ulat
tentara) Spodoptera litura, ulat daun (Prodenia litura), ulat
tongkol (Heliothis armigera), hama penggerek buah dan batang Ostrinia
furnacalis, Ulat pemotong hitam daun (Agrotis ipsilon),ulat
penggorok daun (Cnaphalaclorosis medinalis).
Dan yang diduga hama baru, karena baru sekarang
ditemukan menyerang di tanaman jagung Indonesia adalah ulat grayak frugiperda (Spodoptera
frugiperda). Ulat grayak jenis ini dilaporkan lebih ganas dibandingkan
dengan ulat grayak biasa. Ulat grayak frugiperda ini berasal dari amerika atau
native spesies dari amerika, yang dilaporkan bahwa introduksi ke negara
Indonesia berasal dari penerbangan ngengat Spodoptera frugiperda yang
jaraknya dapat menempuh ribuan kilometer. Di negara asalnya Amerika S. Frugiperda
dapat berpindah sejauh 1700 km dari Texas ke Florida pada musim semi hingga
musim gugur. Dalam satu malam, ngengat S. Frugiperda mampu terbang sejauh
ratusan kilometer dengan bantuan angin.
Ulat grayak frugiperda menyerang pucuk daun jagung dengan cara mengoroknya, serangan berat pada tanaman jagung yang masih muda dapat menyebabkan kematian. Namun jika tanaman telah berumur lebih dari 40 hari, pucuk daun yang terserang, masih mampu tumbuh kembali setelah ulat dikendalikan. Ulat grayak frugiperda bersifat polyfag memiliki 353 inang dari 76 famili di antaranya famili Brassicae (kubis-kubisan), solanacae (terung-terungan), Pacea (padi, sorghum) .
Morfologi S. Frugiperda di 1. thorax/kepala terdapat huruf Y terbalik 2. Memiliki 4 buah titik (pinacula) berbentuk segiempat 3. Memiliki garis tebal seperti pita 4. Memiliki pinacula dengan seta tunggal. Siklus hidup S. Frugiperda dari telur 2-3 hari, larva 14-19 hari (6 instar/6 kali perubahan ukuran). Pupa 9-12 hari di dalam tanah, imago/dewasa 7-12 hari.
Meskipun perlu diwaspadai adanya serangan S.
Frugiperda menyerang tanaman jagung, namun di Kabupaten Magelang belum
terdeteksi serangan S. Frugiperda pada tanaman jagung. Ada beberapa
jenis ulat menyerang pucuk daun namun bukan dari jenis S. Frugiperda melainkan
jenis S.litura dan Cnaphalaclorosis medinalis. Pada wilayah yang
belum ditemukan serangan S. Frugiperda maka perlu dilakukan antisipasi sebagai
berikut :
1.
Kewaspadaan
serangan hama S. Frugiperda terutama untuk wilayah belum terserang
2.
Penyediaan
informasi tentang hama S. Frugiperda dan pelatihan pengenalan hama S.
Frugiperda oleh petugas lapang
3.
Melakukan
survei / deteksi S. frugiperda
Pada daerah yang telah terserang S.
frugiperda, tindakan yang dilakukan di antaranya:
1.
Melakukan
monitoring serangan pada tanaman jagung secara rutin. Monitoring dapat
dilakukan dengan mengamati gejala serangan, kelompok telur, larva maupun imago.
Pengendalian akan lebih efektif dilakukan jika lebih dini.
2.
Melakukan
pengumpulan kelompok telur dan larva kemudian memusnahkannya.
3.
Pada
tingkat serangan tinggi, maka dapat dilakukan pengendalian secara kimiawi
dengan insektisida secara bijaksana. Aplikasi insektisida dilakukan pada pucuk
tanaman jagung.
4.
Agen
pengendali hayati potensial, Metarhizium, Beauveria, NPV, dan Tricogramma,
masih perlu dieksplorasi dan dikembangkan
5.
Melakukan
pola tanam jagung serempak, dapat menekan perkembangan hama S. frugiperda
Oleh karena itu, Kusnan
menyampaikan beberapa tips untuk menanggulanginya, berikut tipsnya:
·
Rotasi
tanaman untuk memutus daur hidup hama.
·
Pengolahan
tanah yang baik (selama 1 bulan) untuk mengangkat kepompong hama dari dalam
tanah agar mati terjemur oleh sinar matahari
·
Pemasangan
perangkap berferomon, feromon Exi sebanyak 20 buah per hektar
·
Pemasangan
lampu perangkap sebanyak 30 buah per hektar
·
Penyemprotan
insektisida jika kerusakan daun telah mencapai 5%
·
Penyemprotan
insektisida jika populasi kelompok telur telah mencapai 1 kelompok atau 10
tanaman
·
Penyemprotan
insektisida jika tangkapan ngengat oleh Feromon Exi telah mencapai 30 ngengat/
3 malam.
Kusnan juga membagikan resep pembuatan pestisida botani untuk penanggulangan ulat grayak.
Spodoptera frugiperda,
sumber: wikipedia
“Ada dua resep pembuatan
pestisida botani,” katanya di Tuban (10/01).
Berikut resepnya:
1. Ekstrak cabai + bawang
putih + bawang merah.
Bahan-bahan:
·
Bubuk
cabai 1 sendok teh
·
Bawang
putih 1 siung
·
Bawang
merah 1 butir
·
Air 1
liter
·
Deterjen
1 sendok teh.
Cara pembuatan :
·
Bawang
putih dan bawang merah dihancurkan
·
Campur
bubuk cabai dan air, aduk hingga rata rendam 1 jam lalu saring, tambah deterjen
aduk rata.
Aplikasi : Semprotkan sore
hari.
2. Ekstrak kipait + laos +
serai wangi.
Bahan-bahan :
·
8 kg
kipait
·
6 kg laos
·
6 kg
serai wangi
·
20 Liter
air
Cara pembuatan : semua
bahan dicincang ditumbuk dicampur lalu disaring.
Aplikasi : 20 Liter ekstrak yang sudah jadi ditambah air 580 Liter lalu
disemprotkan untuk lahan 1 hektar.
“Untuk pestisida hayati bisa dilakukan dengan penyemprotan NPV /
antigra, dan agen hayati metarizium,” tambahnya.
“Bisa juga disemprot dengn air gula pada pupus daun, tujuannya untuk
memancing semut agar memakan hama ulat,” tutupnya.