Selama
waktu panen, susut dapat terjadi karena ada gabah yang rontok di lahan akibat
cara panen yang tidak benar atau akibat penundaan waktu panen. Penundaan panen
juga dapat menyebabkan keretakan pada gabah sehingga akan mudah rusak pada
proses pengolahannya. selama perontokan, susut dapat terjadi karena adanya
gabah yang tertinggal pada malai, juga
kerusakan mekanis yang disebabkan oleh peralatan atau mesin yang digunakan
Proses pengeringan yang tidak sempurna juga dapat menimbulkan susut selama proses perontokan atau penggilingan. Perontokan yang dilakukan segera setelah pengeringan juga beresiko memperbesar persentase kerusakan mekanis. Kerusakan mekanis selama perontokan atau penggilingan juga dapat disebabkan oleh pengeringan yang terlalu cepat. Khusus untuk negara-negara Asean, pengeringan seringkali dilakukan dengan cara penjemuran yang dapat menimbulkan susut akibat akibat tercecernya atau dimakan oleh ayam dan burung. Selama dalam pengangkutan atau penyimpanan, susut dapat terjadi akibat gabah tercecer bila tidak dikemas dengan cara yang benar.
MENGHITUNG TINGKAT KEHILANGAN PADI PADA WAKTU PEMANENAN
Metode
pengukuran kehilangan yaitu dengan menggunakan metode papan. Metode ini
merupakan pengembangan dari metode pengukuran secara langsung pada lahan sawah
yang sudah selesai dipanen (Setyono et al, 1996). Pada metode ini pengukuran
kehilangan dilakukan dengan menggunakan papan berukuran 20 cm x 100 cm sebanyak
5 papan untuk setiap ulangan atau sama dengan petak kontrol 1 m2. Pada dasar
papan dilapisi dengan karung goni supaya mempermudah penangkapan gabah yang
tercecer pada saat pemanenan. Kehilangan pada saat panen dihitung berdasarkan
rumus :
G1
KHPN =
———————————— x 100%
G1 +
G2
Keterangan
KHPN =
Kehilangan pada saat panen, (%)
G1
= Berat gabah yang tercecer pada
saat pemotongan padi yang ditampung
pada papan, (kg)
G2
= Gabah hasil perontokan dengan
cara diiles pada petakan seluas 1 m2, (kg)
Umur panen ditentukan berdasarkan
(1) kenampakan, biasanya 90% dari butiran gabah pada malai sudah berwarna kuning keemasan, dan
(2) umur tanaman seperti pada
diskripsi varietas, yang diperhitungkan berdasarkan hari setelah tanam (HST)
atau hari setelah berbunga rata (HSB). Panen padi yang baik dilakukan pada saat
umur optimal yang dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22-23% pada musim
kemarau, dan antara 24 –26% kadar air gabah pada musim penghujan.
Pemanenan
yang dilakukan sebelum umur optimal menyebabkan kualitas yang kurang baik
karena tingginya persentase butir hijau pada gabah, sedangkan panen yang dilakukan setelah lewat masak akan
menyebabkan jumlah gabah yang hilang karena rontok pada saat pemotongan akan
besar (Setyono et al, 1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehilangan
gabah pada saat pemanenan berkisar antara 2,15 – 3,07%. Kehilangan hasil pada
saat panen dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya umur panen, kadar
air panen, alat dan cara panen, seta perilaku tenaga pemanen tersebut.Perbedaan
ekosistem akan menyebabkan cara dan sistem panen
Kehilangan hasil tersebut umumnya disebabkan oleh perilaku para pemanen atau penderep baik karena tidak
disengaja maupun disengaja. Pemotongan
padi yang berebutan menyebabkan banyak gabah rontok dan tercecer termasuk
kehilangan hasil yang tidak disengaja. Tetapi dalam pengumpulan potongan padi,
ada malai-malai padi yang ditinggalkan untuk nantinya diambil kembali, ini
merupakan kesengajaan dari pemanen.
Setelah petani mengetahui
sebab-sebab kehilangan hasil pada waktu pemanenan, diharapkan petani akan lebih
bijaksana dalam melakukan proses pemanen. Kehilangan hasil dalam proses
pemanenan akan sangat merugikan petani karena berarti akan berkurangnya padi
yang bisa diperoleh oleh petani.
Dengan kemampuan untuk menghitung
tingkat kehilangan padi pada waktu panen maka petani akan menyadari betapa
proses pemanenan yang baik dan benar dapat memberikan keuntungan bagi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar